Sebagai seorang developer yang telah berkarier di dunia backend dan fullstack sejak 2014, saya sering berurusan dengan keamanan siber. Namun, setelah membaca jurnal terbaru dari USENIX, “A Mixed-Methods Study on User Experiences and Challenges of Recovery Codes for an End-to-End Encrypted Service,” saya menemukan beberapa hal menarik dan mengejutkan terkait konsep recovery code dalam layanan enkripsi end-to-end.

Hal yang Paling Menarik

Salah satu hal yang paling menarik dari jurnal ini adalah betapa pentingnya recovery code dalam sistem keamanan end-to-end encryption. Jurnal ini menyoroti bagaimana sebagian besar pengguna masih memiliki miskonsepsi tentang cara kerja kode ini. Berdasarkan metodologi penelitian yang mencakup survei terhadap 281 pengguna dan analisis 196 permintaan dukungan di Reddit, ditemukan bahwa banyak pengguna tidak sepenuhnya memahami peran krusial recovery code. Mereka sering kali berpikir bahwa mereka dapat mengandalkan layanan dukungan pelanggan untuk mengakses data mereka, padahal recovery code adalah satu-satunya kunci yang dapat digunakan jika pengguna lupa password atau kehilangan akses autentikasi dua faktor.

Mengapa ini menarik? Karena sebagai developer, saya menyadari betapa krusialnya aspek ini dalam mendesain sistem keamanan, terutama di Indonesia. Jika kita terapkan di layanan fintech atau platform e-commerce lokal, edukasi mengenai recovery code ini bisa sangat penting untuk memastikan pengguna tidak salah paham dan akhirnya kehilangan akses ke akun mereka.

Hal yang Paling Mengejutkan

Yang paling mengejutkan bagi saya adalah banyaknya pengguna yang tidak menyimpan recovery code mereka dengan benar. Berdasarkan survei dalam jurnal ini, hanya 34,1% pengguna yang menyimpan recovery code mereka di password manager, sementara sisanya menyimpannya di tempat yang kurang aman, seperti file digital yang tidak terenkripsi atau bahkan tidak menyimpannya sama sekali. Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat recovery code adalah satu-satunya cara untuk mengakses akun jika terjadi kehilangan password. Banyak dari mereka yang akhirnya kehilangan akses ke akun mereka secara permanen karena tidak menyimpan recovery code dengan benar.

Setelah membaca ini, saya berpikir bahwa mungkin perlu ada langkah lebih lanjut di Indonesia, seperti mengintegrasikan fitur pengingat otomatis untuk menyimpan recovery code atau memberikan edukasi langsung kepada pengguna tentang pentingnya kode ini. Mungkin dengan pendekatan yang lebih ramah pengguna, orang-orang akan lebih sadar dan tidak menganggap enteng masalah ini.

Pertanyaan yang Masih Belum Terjawab

Meskipun jurnal ini memberikan banyak wawasan penting, ada satu pertanyaan besar yang masih belum terjawab dan terus menggelitik pikiran saya: Apakah ada cara yang lebih aman, mudah, dan intuitif bagi pengguna untuk mengelola recovery code ini, terutama dalam konteks pengguna di Indonesia?

Berdasarkan temuan dari jurnal ini, sekitar 14,8% pengguna mencoba mengamankan recovery code mereka dengan cara mengenkripsi tempat penyimpanannya, namun sebagian besar masih menghadapi masalah dalam mengakses kode tersebut saat dibutuhkan. Pertanyaan ini muncul karena terlihat adanya ketidaksesuaian antara pentingnya recovery code dan bagaimana pengguna cenderung mengabaikannya atau bahkan tidak menyadarinya sama sekali. Dalam penelitian ini, banyak pengguna yang kehilangan akses karena tidak menyimpan recovery code mereka dengan baik atau tidak paham bagaimana cara menggunakannya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar, terutama jika diterapkan dalam layanan-layanan yang digunakan oleh masyarakat luas di Indonesia, di mana tingkat literasi digital dan kesadaran akan keamanan siber masih sangat bervariasi.

Selain itu, hasil analisis terhadap permintaan dukungan di Reddit menunjukkan bahwa pengguna sering kali bingung dengan panjang dan format recovery code yang terdiri dari 16 kata, masing-masing terdiri dari 4 karakter. Beberapa pengguna bahkan salah memasukkan kode karena kebingungan antara huruf “I” dan angka “1” atau karena mereka tidak menyadari bahwa recovery code mereka ternyata tidak berfungsi.

Maka dari itu, muncul pertanyaan lanjutan: Bagaimana kita bisa menciptakan sistem recovery yang tetap aman tetapi lebih mudah dikelola oleh pengguna awam? Salah satu ide yang muncul adalah mengintegrasikan recovery code dengan teknologi yang sudah familiar bagi pengguna di Indonesia, seperti verifikasi melalui aplikasi perbankan atau dompet digital yang sudah umum digunakan. Dengan cara ini, pengguna tidak perlu menghafal atau menyimpan recovery code secara manual, tetapi tetap bisa mendapatkan tingkat keamanan yang sama.

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya merasa perlu adanya riset lebih lanjut tentang bagaimana pengguna Indonesia memahami dan mengelola recovery code. Apakah mereka lebih nyaman dengan metode yang lebih tradisional, seperti mencatat kode di tempat fisik, atau apakah ada potensi adopsi yang lebih baik melalui edukasi yang lebih intensif? Dan jika edukasi menjadi kuncinya, bagaimana cara terbaik untuk menyampaikannya agar bisa diterima dengan baik oleh semua lapisan masyarakat?

By Juri Pebrianto

IT and software developer From 2014, I focus on Backend Developers with the longest experience with the PHP (Web) programming language, as I said above, I open myself up to new technologies about programming languages, databases and everything related to programming or software development. I have a new experience for React-Js, React-Native, Go-Lang, by the way, this website juripebrianto.my.id is made with React-Js technology as the frontend and Go-Lang as the API and CMS and uses MongoDB as the database.